GAYA KOMUNIKASI
Ada orang-orang tertentu yang seolah-olah dilahirkan untuk menjadi orang yang sukses dalam pergaulan. Dengan mudahnya mereka dapat menjalin persahabatan setiap bertemu dengan teman yang baru. Bukan itu saja, persahabatan merekapun biasanya bertahan sampai kekal. Sebaliknya, ada pula orang-orang yang justru mengalami kesukaran dalam pergaulan. Tema “disalah mengerti” merupakan tema pokok hidup mereka meski mereka tak henti-hentinya berusaha mengoreksi diri. Banyak faktor yang terlibat yang menyebabkan keberhasilan atau kegagalan kegiatan dalam penyuluhan, salah satunya adalah gaya seorang penyuluh berkomunikasi.
Tanpa kita sadari, sebenarnya gaya komunikasi itu sendiri adalah baigan dari isi berita yang kita komunikasikan dalam melakukan penyuluhan. Pada umumnya orang yang sukses dalam pergaulan bukan saja memahami dampak gaya komunikasinya pada orang lain, ia pun telah berhasil mengubahnya menjadi gaya komunikasi yang luwes dan menyenangkan. Gaya komunikasinya bukan saja tidak mengganggu isi berita yang ingin disampaikan, malah ganyanya yang luwes itu menambah kekuataqn atau bukan adakalanya melengkapi kekurangan isi berita yang ingin dikemukakan.
GAYA 1 : SI PENGAGAP -----------------------------------------
Ungkapan yang biasanya terlontar dari dirinya adalah, “Saudara seharusnya sudah mengerti maksud saya.” Si pengagap umumnya melakukan satu kesalahan yang cukup serius dalam komunikasi, yakni menganggap orang lain pasti memahami isi hatinya. Sebelum kita mengaggap orang lain sudah menangkap maksud kita, kita perlu mengecek ulang, apakah benar ia sudah memahami pembicaraan kita. Gaya komunikasi seperti ini acap kali membuahkan kekecewaan dan bahkan kemarahan.
GAYA 2 : SI SEPENGGAL -----------------------------------------
Orang ini berpikir, “Bukankah sudah katakan semuanya itu?!: namun sesungguhnya yang terjadi adalah ia memang belum mengemukakan seluruh pikirannya – baru sepenggal saja. Sewaktu kita berbicara, kecepatan pikiran kita bergerak dari satu topik ke topik yang lainnya tidaklah sama dengan kecepatan lidah kita mengungkapkan isi pikiran itu sendiri. Bagi si Sepenggal, pikirannya bergerak terlalu cepat atau lidahnya terlalu lamban sehingga maksud hatinya tidak tertuang sepenuhnya melalui bahasa ucapan. Masalahnya ialah, ia tidak menyadari hal ini, sehingga dalam benaknya, ia sudah mengatakan semua yang ingin ia sampaikan. Si Sepenggal rentan terhadap frustasi karena komunikasinya menjadi terpotong-potong dan sudah tentu, membuka pintu terhadap kesalahpahaman.
GAYA 3 : SI PEREMEH --------------------------------------------
Ucapan Si Peremeh pada umumnya ditandai dengan kalimat sejenis ini, “Kenapa tidak mengerti-mengerti?” atau “Memang bodoh kamu!” Si Peremeh memiliki sati masalah yang lumayan serius yakni ia memperlakukan semua orang sama seperti dirinya. Alhasil, apabila orang lain tidak bisa mengikuti kemauan atau pikirannya, iapun marah. Sewaktu marah, bukannya ia melihat bahwa orang lain berbeda dengannya, ia justru memandang perbedaan sebagai kekurangan di pihak orang lain. Gaya komunikasi ini cenderung merusakkan hubungan dengan orang lain. Siapa saja yang pernah disakitinya akan menjaga jarak karena tidak mau terluka lagi.
GAYA 4 : SI PENYENANG ----------------------------------
Si Penyenang mempunyai satu misi dalam hidupnya, yakni menyenangkan hati semua orang. Akibatnya, tema seperti ini sering keluar dari bibirnya, “Saya akan lakukan apa saja bagimu asal kamu bahagia.” Bicara dengan Si Penyenang memang bisa menyenangkan karena ia akan mengangguk-anggunk saja, namun biasanya gaya komunikasi ini dapat mendangkalkan relasi pribadi. Sukar sekali untuk mengetahui hati Si Penyenang karena ia tidak terbuka. Ketidakterbukaannya itu juga cenderung membuatnya menumpuk semua perasaan dalam hati. Kalau tidak tertahankan, ia mudah menjadi orang tertekan dan tidak bahagia.
GAYA 5 : SI PELUPA -------------------------------------------
Kita bisa saja lupa dan adakalanya sengaja melupakan peristiwa tertentu. Malangnya, Si Pelupa lupa dan melupakan terlalu banyak hal dan frekuensinya terlalu sering. Ia acap kali berujar, “Tidak, saya tidak mengatakan hal itu.” Namun kenyataannya ialah ia mengatakan hal tersebut. Baik lupa atau melupakan informasi yang akhirnya dibutuhkan oleh orang lain cenderung melemahkan kepercayaan orang pada dirinya sendiri. Orang lain dapat membentuk anggapan bahwa Si Pelupa meremahkan atau bisa juga, orang lain menilai bahwa Si Pelupa tidak tulus. Ini berbahaya! Komunikasi sangat bergantung pada kepercayaan; tanpa itu, yang mendengarkan adalah suara belaka.
GAYA 6 : SI PENDEBAT -------------------------------------
Repot juga berkomunikasi dengan Si Pendepat karena pembicaraan dengannya cenderung menjadi arena balapan kebenaran. Perhatikan kata-kata yang biasanya keluar dari mulutnya, “Apa benar saya berkata demikian? Apa kamu yakin? Bagaimana dengan dirimu sendiri?” Si Pendebatkaya dengan kata-kata dan gaya berkomunikasinya mirip dengan taktik menyerbu orang lain dengan bombardemen kata-kata. Si Pendebat cenderung melemparkan fokus masalah ke pihak lawannya sehingga ia bebas dari kesulitan. Gaya komunikasi ini bisa menimbulkan rasa tidak suka dan jenuh pada orang lain karena bicara dengannya membuat diri merasa diserang. Lebih jauh lagi, Si Pendebat akhirnya membuat orang beranggapan bahwa ia senantiasa mengelak dari tanggung jawabnya.
GAYA 7 : SI TAK TEGA-------------------------------------
Rasa iba, kasihan, simpati adalah beberapa kata yang sering diasosiasikan dengan Si Tak Tega karena perasaan-perasaan seperti itulah yang timbul tatkala melihatnya. Si Tak Tega selalu menyediakan dirinya menjadi sasaran tudingan orang lain tanpa benar-benar menyadari dimana letak kesalahannya (kalau memang ada). Ucapan seperti ini cenderung muncul dari bibirnya “Betul, memang saya yang salah dan sudah sepantasnya dimarahi.” Masalahnya ialah, ia melakukan itu karena tidak berani atau berkekuatan memberhadapkan orang lain dengan kebenaran. Ia tidak suka keributan dan baginya silang pendapat tidaklah bijaksana, jadi harus dihindarkan. Gaya komunikasi ini sangat merugikan dirinya dan bisa mengundang penghinaan dari orang lain. Orang lain semakin berani berbuat sekendak hatinya tanpa memperdulikan perasaannya. Namun, bukankan ia jugalah yang memulainya?
Dari penjelasan diatas kita melihat bahwa gaya komunikasi dapat memancarkan kepribadian kita yang sesungguhnya, namun bisa juga merupakan gaya yang dipelajari. Adakalanya untuk mendaptkan penerimaan dari orang lain, kita terpaksa mengikuti gaya komunikasi yang tertentu. Atau kita belajar dari keluarga kita sendiri sehingga kita menganggap gaya komunikasi kita dipahami semua orang, alias universal. Jika gaya komuinikasi kita memang merupakan buah kepribadian sendiri, sudah tentu perlu koreksi.
Obat penawarnya ada beberapa, misalnya meminta tanggapan orang lain. Mungkin kita dapat memeriksa ucapan-ucapan kita dengan lebih teliti dan menanyakan, apa kira-kira yang orang lain rasakan (bukan kita, sebab kalau kita, mungkin sekali kita tak merasa apa-apa karena sudah terbiasa) tatkala mendengar kata-kata kita. Kita rela membayar mahal dan menanamkan waktu yang panjang untuk pendidikan kita; ironisnya, kita sering tidak bersedia membayar mahal untuk belajar menyehatkan gaya komunikasi kita. Memang, adakalanya hal yang pentikng tampaknya sederhana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar